Cari Blog Ini

Selasa, 18 Oktober 2011

ISLAMISASI DI NUSANTARA


Islamisasi di nusantara
Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah:
“sejarah dakwah”
Dosen pembimbing :
Sheh Sulhawi Rubba

154877_171252989563669_100000369074399_442965_474648_n
Oleh:
Teguh Elfan Hidayat :                B01210009
Dian Visma Yulita :                   B01210017
Lailatur Rohmah :                      B01210029
Ahmad  Ainul Yaqin :                B01210024

Kpi A
FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.
             Segala puji bagi Allah yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmatnya bagi kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan tugas  membuat makalah pada mata kuliah “sejarah dakwah.
            Dalam hal ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Sheh Sulhawi Rubba, Yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini Makalah ini betemakan  islamisasi di nusantara”.
             Atas terbentuknya makalah ini kami sebagai penulis menyadari bahwa banyak kekurangan yang ada dalam makalah ini.
             Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

      
                                                                                                                        Hormat kami,



                                                                                                                          
                                                                                                                            Penyusun












DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii
DAFTAR ISI                                                                                                           ...... iii
BAB I              PENDAHULUAN.................................................................................. 1
1. Latar Belakang...................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
BAB II             PEMBAHASAN ................................................................................... 2
           1. Proses Islamisasi Di Indonesia.......................................................................... 2
           2. Situasi dan Kondisi Umum Wilayah Nusantara.................................................. 3
           3. Teori Tentang Masuknya Islam Ke Nusantara................................................... 3
           4. Proses Islamisasi Di Sumatera.......................................................................... 5
           5. Proses Islamisasi Di Jawa................................................................................. 6
BAB III           PENUTUP............................................................................................. 8
      A. Kesimpulan..................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 9

     








BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering bahkan setiap detik kita mendengar kata islam, karena kita beragama islam.
Sering kita di sebut-sebut dengan islam karena bawaan atau islam keturunan, karena orang tua kita beragama islam, maka dari itu kita sebagai manusia makhluk yang paling sempurna hendaklah mengerti apa yang di maksud islam? Bagaimana islam itu bisa masuk ke negara kita? Kenapa kita bisa memeluk agama islam?.
Kita sebagai mahasiswa harusnya dapat berfikir dan bila perlu meneliti bagaimana peerkembangan islam dan bagaimana islam itu masuk ke indonesia, begitu pula sejarah islam di indonesia.
Masih banyak hal-hal yang belum kita ketahui tentang agama kita saat ini, dalam kesempatan ini mari kita gunakan akal kita untuk mencari tahu seluk beluk agama islam agar dengan mengetahui islam secara keseluruhan dapat meningkatkan keimanan kita kepada allah dan agamanya. Amiinn.

B.     Rumusan masalah
1.                  Bagaimana proses islamisasi di nusantara?
2.                  Bagaimana situasi dan kondisi wilayah nusantara?
3.                  Bagaimana teori tentang masuknya islam ke indonesia?
4.                  Bagaimana proses masuknya islam di sumatera?
5.                  Bagaimana proses masuknya islam di jawa?










BAB II
PEMBAHASAN

PROSES ISLAMISASI DAN PERKEMBANGAN ISLAM
DI INDONESIA
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku, bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.

1.    Proses Islamisasi di Indonesia
Dalam  masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai.
Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagang-pedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-masa kegoncangan politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.

2.    Situasi dan Kondisi Umum Wilayah Nusantara
Wilayah Nusantara yang nantinya disebut Indonesia ketika itu cakupannya tidak hanya sebatas wilayah yang terletak antara 5054‘’ LU sampai 110LS dan 95001’BT sampai 141002’BT setidaknya sama dengan wilayah nusantara sebagaimana disebutkan dalam kitab Nagarakertagama masa Majapahit. Posisi itu menunjukkan bahwa wilayah ini berada di daerah khatulistiwa dan daerah tiupan angin musim Indo-Australia. Iklimnya berhawa tropis dengan curah hujan tinggi. Iklim dengan angin musim menyebabkan adanya musim kemarau dan musim penghujan dengan lama yang berbeda-beda untuk tiap wilayah menurut keletakannya.

3.    Teori tentang masuknya Islam ke Nusantara
Penyebaran agama Islam di Nusantara pada umumnya berlangsung melalui dua proses. Pertama penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang Asing Asia, seperti Arab, India, dan Cina yang telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen di satu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Kedua proses ini mungkin sering terjadi secara bersamaan.[1]
Mengenai proses masuk dan berkembangnya agama Islam ke Indonesia, para sarjana dan peneliti sepakat bahwa islami-sasi itu berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan oleh penguasa muslim Indonesia untuk mengislamkan rakyat atau masyarakatnya. Secara umum mereka menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan dan praktek keagamaan yang lama. Secara umum terdapat 3 teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.


1.         Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah :
a)      Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b)      Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c)      Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam.[2]
2.      Teori Arab (Makkah)
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a)      Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b)      Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c)      Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

3.      Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 di Sumatra dan pembawanya berasal dari Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat Islam Indonesia seperti :
a)      Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b)      Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c)      Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.[3]

4.    Proses Islamisasi di Sumatera
Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.
Adanya berita dari Marcopolo yang mengatakan bahwa ketika ia mengunjungi Sumatera penduduk Sumatera Utara beragama Hindu kecuali Ferlec yang sudah beragama Islam dan adanya batu nisan kubur di Aceh dengan nama Sultan Al Malik al-Saleh yang berangka tahun wafat 1297 M menandakan bahwa Islam sudah tumbuh dan berkembang di wilayah Sumatera. Adapun teori yang mengatakan Islam masuk Indonesia abad ke-7 M, tidak lebih realitas “masuknya” yang dibawa oleh para pedagang muslim karena dalam perjalanan pelayaran dagang mereka ke dan dari Cina selalu singgah di Sumatera atau Jawa.
Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi, yang ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i. Untuk mengetahui sejarah dari kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera juga diperlukan pengetahuan tentang kekuasaan-kekuasaan yang ada sebelumnya. Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera, pemegang emporium atas pelayaran dan perdagangan dari Barat ke Cina atau sebaliknya adalah kerajaan Sriwijaya. Setelah beberapa abad lamanya memegang kekuasaan pelayaran dan perdagangan datang masa kemerosotan dan kemundurannya pada abad ke-11 sampai abad-13. Hal ini disebabkan antara lain serangan dari Cola sekitar tahun 1025 M dan kekalahan atas kekuasaan di Jawa Timur pada abad ke-13. Dengan mundur dan merosotnya kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan pemerintahan Sriwijaya dipindahkan dari Palembang ke Jambi dan kedudukannya digantikan oleh bajak laut. Pusat perdagangan pun mulai terpencar di antaranya di Pidie dan Samudera Pasai.
Demikian halnya dengan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya, satu demi satu melepaskan diri sehingga pada awal abad ke-14 muncul pusat-pusat kekuasaan baru seperti Kerajaan Aceh, Lamuri, Siak, Arkat, Rupat, Kampar Tongkal, Indragiri, Klang, Bernas, dan Perlak. Di antara kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan tersebut pada akhirnya faktor ekonomi dan politik sangat menentukan siapa yang paling berpengaruh. Pada akhir abad ke-14 Kerajaan Aceh telah berkembang sebagai pusat perdagangan yang paling ramai, bahkan menurut sumber Portugis, sebagai salah satu pusat perdagangan yang terbesar di Asia.

5.    Proses Islamisasi di Jawa
Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan kerajaan-kerajaan Budha yang cukup kokoh dan tangguh, bahkan sampai saat ini hasil peradabannya masih dapat disaksikan. Misalnya, candi Borobudur yang merupakan peninggalan Budha Mahayana dan kelompok candi Roro Jonggrang di desa Prambanan dan peninggalan-peninggalan lainnya yang tersebar di Jawa.
Setelah agama Islam datang di Jawa dan Kerajaan Majapahit semakin merosot pengaruhnya di masyarakat, terjadilah pergeseran di bidang politik. Menurut Sartono, islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi cepat, terutama sebagai hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Di samping kewibawaan rohaniah, para wali juga berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang memegang pemerintahan. Otoritas kharismatis mereka merupakan ancaman bagi raja-raja Hindu di pedalaman. Pengembangan politik para wali yang semula berkedudukan di kota-kota pantai, ternyata tidak dapat dipertahankan oleh penerusnya. Akhirnya, pusat aktivitas politiknya pindah ke pe­dalaman yang semula kuat kehinduannya, bahkan sampai ke Madura dan kota-kota lain di Nusantara.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, pendirinya adalah Raden Patah seorang putra raja Majapahit. Daerah ini diberikan kepada Raden Patah yang menjadi Raja pertama Demak, keturunan Raja Majapahit yang terakhir (dari zaman sebelum islam), yang dalam legenda bernama Brawijaya. Ibu Raden Patah konon adalah seorang putri Cina dari Keraton Majapahit. Adapun nama Patah merupakan perubahan dari kata Arab Fattah yang berarti pembuka. Maksudnya, pembuka pintu gerbang kemenangan, dan nama sebelumnya adalah Pangeran Jinbun, tatkala dia memperdalam agama Islam kepada Sunan Ampel, dan Raden Rahmat, dia pun memperoleh gelarFattah. Raden Patah terang-terangan memutuskan segala ikatannya dengan Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi. Dengan bantuan daerah-daerah lainnya di Jawa Timur yang sudah Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik di samping dapat mendirikan kerajaan Islam dia juga dapat merobohkan Majapahit. Kemudian dia memindahkan semua alat upacara kerajaan dan pusaka-pusaka Majapahit ke Demak, sebagai lambang tetap berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit, tetapi dalam bentuk yang baru. Dia resmi menjadi Sultan Demak Pertama, bergelar Sultan Sri Alam Akbar. Selanjutnya, Demak dijadikan pusat dan benteng agama Islam untuk wilayah barat dan Giri untuk wilayah timur. Akan tetapi dalam hal Demaklah yang menjadi pemimpin seluruh pesisir dalam usaha menanam kekuatan di Jawa.
Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.
Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya. Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Bahkan, Dalam perjalanannya, setelah melemahnya Majapahit, berdirilah Kerajaan Demak (1500 – 1550). Lalu bersambung dengan Kerajaan Pajang (1568 – 1618), kemudian pada 1618 Senopati Mataram mengendalikan Pajang. Meski kerajaan dan kekuatan baru Islam tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada pemerintahan Sultan Agung, Giri pun mengambil sikap dan keputusan. Giri mendukung
kekuatan Bupati Surabaya untuk melakukan pemberontakan pada Mataram.
BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Bahwa proses islamisasi di nusantara melalui beberapa proses yang panjang sehingga sampai saat ini sejarahnya masih di kenal sepanjang waktu, dengan melalui proses yang sangat panjang itu akhirnya islam di indonesia mengalami perkembangan yang semakin maju dengan mengikuti perkembangan zaman.
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku, bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Dalam  masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan, Daha dan Kutai.















DAFTAR PUSTAKA

M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern. YOGYAKARTA: Gadjah Mada University Press.
Azyumardi Azra. 2002. Islam Nusantara:Jaringan Global Dan Lokal. BANDUNG : mizan.
P.A. Hosein Djadjadiningrat. 1963. Islam Di Indonesia. DJAKARTA : PT. Pembangunan.


[1] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hlm. 3
[2] Azyumardi Azra, Islam Nusantara:Jaringan Global Dan Lokal (bandung : mizan, 2002) hlm.20-21
[3] P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam Di Indonesia”, Dalam Kennet Norgan, ed., Islam Djalan Mutlak, terj. Abu salamah, dkk. (djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140

tujuan dakwah untuk meningkatkan derajat seseorang


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kita sering membaca alquran dan memaknai alquran itu dengan sepengetahuan kita, akan tetapi kita sering bahkan setiap kali kita membaca alquran, kita tidak mengetahui makna yang terkandung di balik surat maupun ayat yang kita baca dalam alquran.
Dalam kesempatan ini, kami membuat sedikit makalah yang menyinggung akan perlunya kita memahami isi dan tafsir alquran yang kita baca.
Alquran menjelaskan bahwa membaca alquran itu mendapat pahala yang banyak walaupun itu membaca hanya satu ayat, oleh karena itu membaca alquran tanpa mengetahui maknanya bagai sayur tak bergaram.
Dalam makalah ini terdapat beberapa ayat mengenai tujuan dakwah untuk mengangkat derajat seseorang, yang terangkum dalam sebuah tulisan makalah yang mana bertujuan untuk dapat di pahami oleh mahasiswa dengan lebih mudah.

2. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Tafsir Surat Ali Imran Ayat 138?
  2. Bagaimana Tafsir Ali Imran Ayat 139?











BAB II
PEMBAHASAN

A.       Bahan
Surat ali imran 138
#x»yd ×b$ut/ Ĩ$¨Y=Ïj9 Yèdur ×psàÏãöqtBur šúüÉ)­GßJù=Ïj9 ÇÊÌÑÈ  
138. (Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.
#x»yd : (alquran) ini adalah                    Yèdur : dan petunjuk
b$ut/ : penerangan                                ×psàÏãöqtBur : serta pelajaran
¨$¨Y=Ïj9 : bagi seluruh manusia                šúüÉ)­GßJù=Ïj9 : bagi orang-orang yang bertaqwa
Tafsir
Ayat ini menjelaskan tentang mempelajari sejarah-sejarah umat yang dahulu dan melihat berkasnya dengan melawat mengembara dengan sendirinya akan memperoleh penjelasan, petunjuk, dan pengajaran. Ilmu kita akan bertambah tentang perjuangan hidup manusia di dalam alam ini. Dalam ayat ini kita berjumpa dengan anjuran mengetahui beberapa ilmu yang amat penting.[1] Pertama sejarah, kedua ilmu bekas peninggalan kuno, ketiga ilmu siasat perang, keempat ilmu mengendalikan negara.
Menurut tafsir al misbah, dari arti surat ali imran ayat 138 di tafsirkan sebagai berikut : ini, yakni pesan-pesan yang di kandung oleh semua ayat-ayat yang lalu, atau alquran secara keseluruhan adalah penerangan yang memberi keterangan dan menghilangkan kesangsian seta keraguan bagi seluruh manusia, dan ia juga berfungsi petunjuk yang memberi bimbingan masa kini dan datang menuju ke arah yang benar serta peringatan yang halus dan berkesan menyangkut hal-hal yang tidak wajar bagi orang-orang yang bertaqwa, yang antara lain mampu mengambil hikmah, dan pelajaran dari sunnatullah yang berlaku dalam massyarakat[2].
Ayat ini, memerintahkan untuk mempelajari sunnah, yakni kebiasaan-kebiasaan atau ketetapan ilahi dalam masyarakat. Sunnatullah adalah kebiasaan-kebiasaan allah dalam memperlakukan masyarakat. Perlu diingat bahwa apa yang di namai hukum-hukum alam pun adalah sebuah kebiasaan yang di alami manusia. Dari ikhtisar pukul rata statistik tentang hal tersebut, hukum-hukum alam di rumuskan. Kebiasaan tersebut dinyatakanya sebagai tidak beralih (QS. Al isra’ :77) dan tidak pula berubah (QS. Al fath : 23). Karena sifatnya demikian, maka ia dapat juga dinamai dengan hukum-hukum kemasyarakatan atau ketetapan-ketetapan bagi masyarakat. Ini berarti ada  keniscayaan bagi sunnatullah, tidak ubahnya dengan hukum-hukum alam atau hukum-hukum yang berkaitan dengan materi. Apa yang di tegaskan dalam alquran ini di konfirmasikan oleh ilmuan: “ hukum-hukum alam sebagaimana hukum-hukum kemasyarakatan bersifat umum dan pasti, tidak satu pun, di negeri mana pun yang dapat terbebaskan dari sanksi bila melanggarnya.
Pernyataan ALLAH: ini adalah penjelasan buat manusia, juga mengandung makna bahwa allah tidak menjatuhkan sanksi sebelum manusia mengetahui sanksi itu. Dia tidak mendadak manusia dengan siksanya, karena ini adalah penjelasan petunjuk jalan  lagi peringatan[3].









Surat ali imran 139
Ÿwur (#qãZÎgs? Ÿwur (#qçRtøtrB ãNçFRr&ur tböqn=ôãF{$# bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷sB ÇÊÌÒÈ  
139. janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.
wur : dan janganlah                   NçFRr&ur : padahal kamulah
#qãZÎgs? : bersikap lemah böqn=ôãF{$# : orang-orang yang paling tinggi derajatnya
wur : dan jangan pula                OçGYä. bÎ) : jika kamu    
#qçRtøtrB : kamu bersedih hati       tûüÏZÏB÷sB : orang-orang yang beriman
            Tafsir

Pada ayat ini menerangkan masalah perang uhud. Uraianya di antar oleh dua ayat sebelum ini yang menguraikan masalah sunnah atau hukum-hukum kemasyarakatan yang berlaku terhadap semua manusia dan masyarakat. Kalau dalam perang uhud mereka tidak meraih kemenangan, bahkan menderita luka dan pembunuhan, dan dalam perang badar mereka dengan gemilang meraih kemenangan dan berhasil menawan dan membunuh sekian banyak lawan mereka, maka itu adalah bagian dari sunnatullah. Karena itu, di sana mereka di perintahkan untuk berjalan di bumi mempelajari bagaimana kesudahan mereka yang melanggar dan mendustakan ketetapan-ketetapan allah. Karena itu, janganlah kamu melemah mengahadapi musuhmu dan musuh allah, kuatkan jasmaninya dan janganlah pula kamu bersedih hati akibat apa yang kamu alami dalam perang uhud, atau peristiwa lain yang serupa, tetapi kuatkan mentalmu. Mengapa kamu lemah atau bersedih, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya di sisi allah di dunia maupun akhirat, di dunia karena apa yang kamu kerjakan dan perjuangkan adalah kebenaran dan di akhirat karena kamu mendapat surga. Mengapa kamu bersedih sedang yang gugur di di antara kamu menuju surga dan yang luka mmendapat pengampunan ilahi, ini jika kamu orang-orang mukmin, yakni jika kamu benar-benar keimanan telah mantap dalam hatimu.[4]
Setelah selesai perang uhud yang telah menewaskan 70 mujahid fi-sabilillah, antaranya hamzah bin abdul muthalib, paman nabi s.a.w. sendiri dan nabi s.a.w. pun mendapat luka, kelihatanlah kelesuan, kelemahan, dan duka cita, maka datanglah ayat ini : angkat mukamu, jangan lemah dan jangan berduka cita. Sebab suatu hal masih ada padamu, modal tunggal yang tidak akan pernah dapat di rampas oleh musuhmu, yaitu iman. Jikalau kamulah yang tinggi dan akan tetap tinggi. Sebab iman itulah panduanmu menempuh zaman depan yang masih akan mau di hadapi.[5]